Selasa, 16 April 2013

Bendera dan Lambang GAM di Aceh

LEMBAGA PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT SIPIL
(ELPPAMAS)
Sekretariat: Jl. A. Yani, Selayang Baru, Selesai, Langkat Kode Pos: 20762
PRESS RELEASE
No. 03/III/2013
                Langkat: Direktur Eksekutif LSM Elppamas, Drs. Jamalludin Sitepu, M.A. menyatakan bahwa pengesahan Rencana Qanun (Ranperda) tentang Bendera dan Lambang Aceh menjadi Qanun tentang Bendera dan Lambang Aceh oleh DPRA Aceh pada tanggal 23 Maret 2013 lalu sebagai sebuah “kudeta tak berdarah” yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka melalui anggota-anggotanya di DPRA lewat Partai Aceh. Demikian disampaikan oleh Jamalludin Sitepu, peneliti Aceh asal Langkat yang pernah studi S2 di Inggris ini, lewat siaran persnya terkait dengan disahkannya bendera dan lambang GAM menjadi bendera dan lambang Aceh tersebut.
                Oleh karena itu, Jamalludin Sitepu meminta kepada Pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, untuk membatalkan atau tidak mengesahkan Qanun atau Perda tersebut. Walaupun tak diatur secara jelas dalam MoU Helsinki dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pemakaian bendera dan lambang gerakan separatis itu menciderai semangat perdamaian di Aceh dan Persatuan dan Kesatuan di dalam NKRI. Apalagi didalam Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2007 jelas-jelas disebutkan bahwa lambang dan bendera daerah tidak boleh seperti lambang dan bendera yang pernah disampaikan oleh gerakan separatis.
                Selanjutnnya, Jamalludin Sitepu meminta kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk tidak salah mengambil kebijakan seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden BJ Habibie dalam menetapkan referendum di Timor Timur yang kemudian menyebabkan lepasnya wilayah tersebut dari wilayah NKRI. Jamalludin Sitepu mensinyalir pengesahan qanun tentang bendera dan lambang Aceh tersebut dilakukan anasir-anasir GAM ketika Indonesia disibukkan dengan gonjang ganjing politik di internal Partai Demokrat dan Pemilihan Umum Legislatif serta Pemilihan Umum Presiden yang akan dilaksanakan tahun depan. “GAM nampaknya menerapkan taktik “blietzkrig” atau cepat sebelum lengsernya SBY sebagai Presiden RI”. Dengan taktik ini, begitu Qanun itu disetujui Mendagri, Presiden RI baru nantinya tak akan mampu berbuat banyak karena situasinya sudah terlanjur atau “fait accompli”.
                Kepada aparat TNI dan Polri, Jamalludin Sitepu meminta untuk tidak segan-segan melarang atau mencopot bendera-bendera GAM atau mirip bendera GAM yang telah berkibar di wilayah Provinsi Aceh atau dimanapun di wilayah NKRI. Jika dibiarkan berlarut-larut, Jamalludin Sitepu mengkhawatirkan akan ada gesekan-gesekan massa di bawah yang akan menimbulkan konflik yang lebih berat dan lebih rumit. Apalagi sekarang sudah ada yang mulai berani mengumandangkan wacana “GAYO MERDEKA”. Terakhir, Jamalludin Sitepu mengharapkan kepada GAM, atau Komite Peraliahan Aceh (KPA) atau Partai Aceh (PA) untuk berpikir jernih. “Jangan sampai ambisi mementingkan perjuangan GAM lebih penting dari keinginan memakmurkan seluruh rakyat Aceh dalam bingkai NKRI.” Kalau ini terjadi, akan ada perang antara rakyat melawan rakyat  dan GAM melawan TNI/Polri lagi.
                                                                        (DRS. JAMALLUDIN SITEPU, M.A.)
                                                                                 Direktur Eksektutif Elppamas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar