Kamis, 12 Juli 2012

Operasi Patuh Toba 2012: Beratkan Masyarakat


Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat Sipil
(ELPPAMAS)
Sekretariat: Jl. A. Yani, No. 22, Selayang Baru, Selesai, Kabupaten Langkat

Press Release tentang Operasi Patuh Toba 2012

Langkat: LSM Elppamas. melalui Direktur Eksekutifnya, Drs. Jamalludin Sitepu, M.A., meminta kepada pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara, khususnya Polres Langkat dan Polresta Binjai, untuk tidak berlebihan dalam melaksanakan Operasi Patuh Toba 2012 yang dilakukan pada awal sampai pertengahan Juli 2012 ini. Kedepankan pendekatan-pendekatan psikologis dan teknik persuasif dalam menangani pelanggaran-pelanggaran peraturan lalu lintas yang bersifat ringan. ”Jangan sampai pelanggaran-pelanggaran peraturan lalu lintas yang ringan dan bersifat administratif ditilang dan diberi hukuman denda pembayaran yang mencapai ratusan ribu rupiah. Ini sangat memberatkan warga ”, demikian sebut Jamalludin Sitepu.
            Soalnya sampai saat ini sudah banyak warga pelanggar peraturan-peraturan lalu lintas yang bersifat ringan dan administratif mengeluhkan tingginya biaya pembayaran denda yang ditentukan oleh Pihak Kepolisian. “Jangan sampai pihak Kepolisian bangga dengan tingginya jumlah pelanggaran lalulintas yang terjadi dan jumlah kenderaan yang berhasil ditilang. Justru itu adalah indikator kegagalan kepolisian dan warga masyarakat dalam memasyarakatkan peraturan perundang-undangan tentang lalulintas”, kata Jamalludin Sitepu
            Pada awal bulan Juli 2012 ini, warga masyarakat sudah cukup lelah dengan pengeluaran yang mereka harus sediakan. Awal tahun ajaran baru bagi para siswa-siswi sudah cukup menyita pendapatan orang tua. Belum lagi mendekati bulan suci Ramadhan ini harga barang-barang kebutuhan pokokpun mulai merangkak naik. Jadi warga masyarakat sudah terkena “routine double shock (kejutan ganda rutin tahunan)”. Pelaksanaan Patuh Toba 2012 yang sewenang-wenang atas nama hukum semata, tanpa memperhatikan aspek psikologis dan finansial warga, akan mendapatkan resistensi dari warga.
            Contohnya sudah ada, kata Jamalludin Sitepu, yakni pertengkaran menjurus perkelahian antar anggota TNI dan Polisi di Helvetia, Medan, beberapa hari yang lalu. Jika tak cepat ditangani para pimpinannya, pertengkaran itu bisa berlanjut ke tingkat masalah yang lebih serius, yakni perang antara anggota TNI dan Polri. ”Syukur para pimpinan 2 institusi tersebut cepat turun tangan menyelesaikan masalahnya, sehingga tidak berlarut.” kata Jamalludin Sitepu
            Jadi, kata Jamalludin Sitepu, aparat Polri harus juga dibekali dengan perangkat-perangkat pengetahuan psikologis dan sosiologis. Tidak semata-mata hanya mengetahui dan mengimplemtasikan Undang-undang tentang Lalulintas semata, ataupun undang-undang lainnya. Dengan mengetahui perangkat-perangkat pengetahuan ilmu psikologi dan sosiologi, pendekatan kepolisian akan lebih humanis, mendasar, dan sukses. Dengan bahasa yang sedikit agak keras, artinya polisi jangan merasa paling suci dan paling tahu dengan hukum.
Sekedar informasi saja, akhir Jamalludin Sitepu, dalam Survey Kepuasan Publik Langkat tahun 2010 yang dilaksanakan oleh LSM Elppamas, jumlah warga masyarakat Langkat yang memandang Langkah Penertiban Lalulintas sebagai berlebihan menduduki peringkat ke-7. Warga kecamatan yang memandangnya sebagai masalah itu sebagai Peringkat ke-1 adalah di Kecamatan Stabat dan Kecamatan Sawit Seberang.